BAB XXI
PELANGGARAN KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILU, PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILU, SENGKETA PEMILU, TINDAK PIDANA PEMILU, SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU, DAN PERSELISIHAN HASIL PEMILU
PELANGGARAN KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILU, PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILU, SENGKETA PEMILU, TINDAK PIDANA PEMILU, SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU, DAN PERSELISIHAN HASIL PEMILU
Bagian Kesatu : Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu
Paragraf 1 : Umum
Pasal 251
Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu adalah pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilu yang berpedomankan sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu.
Paragraf 2 : Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu
Pasal 252 Paragraf 1 : Umum
Pasal 251
Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu adalah pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilu yang berpedomankan sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu.
Paragraf 2 : Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu
(1) Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 diselesaikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
(2) Tata cara penyelesaian pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang Penyelenggara Pemilu.
Bagian Kedua : Pelanggaran Administrasi Pemilu
Paragraf 1 : Umum
Pasal 253
Pelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.
Paragraf 2 : Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu
Pasal 254
(1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota membuat rekomendasi atas hasil kajiannya sebagaimana dimaksud pada Pasal 249 ayat (5) terkait pelanggaran administrasi Pemilu.
(2) KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota menyelesaikan pelanggaran administrasi Pemilu berdasarkan rekomendasi Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 255
(1) KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota memeriksa dan memutus pelanggaran administrasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 254 ayat (2) paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya rekomendasi Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu diatur dalam Peraturan KPU.
Pasal 256
Dalam hal KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS atau Peserta Pemilu tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 255, Bawaslu memberikan sanksi peringatan lisan atau peringatan tertulis.
Bagian Ketiga : Sengketa Pemilu
Paragraf 1 : Umum
Pasal 257
Sengketa Pemilu adalah sengketa yang terjadi antarpeserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Paragraf 2 : Penyelesaian Sengketa Pemilu
Pasal 258
(1) Bawaslu berwenang menyelesaikan sengketa Pemilu.
(2) Bawaslu dalam melaksanakan kewenangannya dapat mendelegasikan kepada Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(3) Bawaslu memeriksa dan memutus sengketa Pemilu paling lama 12 (dua belas) hari sejak diterimanya laporan atau temuan.
(4) Bawaslu melakukan penyelesaian sengketa Pemilu melalui tahapan:
a. menerima dan mengkaji laporan atau temuan; dan
b. mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat.
(5) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan antara pihak yang bersengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b Bawaslu memberikan alternatif penyelesaian kepada pihak yang bersengketa.
Pasal 259
(1) Keputusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa Pemilu merupakan keputusan terakhir dan mengikat, kecuali keputusan terhadap sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
(2) Sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diselesaikan terlebih dahulu di Bawaslu.
(3) Dalam hal sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD dan DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diselesaikan, para pihak yang merasa kepentingannya dirugikan oleh keputusan KPU dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan tinggi tata usaha negara.
(4) Seluruh proses pengambilan keputusan Bawaslu wajib dilakukan melalui proses yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian sengketa Pemilu diatur dalam Peraturan Bawaslu.
Bagian Keempat : Tindak Pidana Pemilu
Paragraf 1 : Umum
Pasal 260
Tindak pidana Pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Paragraf 2 : Penyelesaian Tindak Pidana Pemilu
Pasal 261
(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menyampaikan hasil penyidikannya disertai berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya laporan.
(2) Dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi.
(3) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal penerimaan berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada penuntut umum.
(4) Penuntut umum melimpahkan berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) kepada pengadilan negeri paling lama 5 (lima) hari sejak menerima berkas perkara.
Pasal 262
(1) Pengadilan negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilu menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
(2) Sidang pemeriksaan perkara tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh majelis khusus.
Pasal 263
(1) Pengadilan negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan berkas perkara.
(2) Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan banding, permohonan banding diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan.
(3) Pengadilan negeri melimpahkan berkas perkara permohonan banding kepada pengadilan tinggi paling lama 3 (tiga) hari setelah permohonan banding diterima.
(4) Pengadilan tinggi memeriksa dan memutus perkara banding sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima.
(5) Putusan pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.
Pasal 264
(1) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) dan ayat (4) harus sudah disampaikan kepada penuntut umum paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan.
(2) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 harus dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan diterima oleh jaksa.
Pasal 265
(1) Putusan pengadilan terhadap kasus tindak pidana Pemilu yang menurut Undang-Undang ini dapat memengaruhi perolehan suara Peserta Pemilu harus sudah selesai paling lama 5 (lima) hari sebelum KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional.
(2) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diterima KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dan Peserta Pemilu pada hari putusan pengadilan tersebut dibacakan.
Paragraf 3 : Majelis Khusus Tindak Pidana Pemilu
Pasal 266
(1) Majelis khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 262 ayat (2) terdiri atas hakim khusus yang merupakan hakim karier pada pengadilan negeri dan pengadilan tinggi yang ditetapkan secara khusus untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilu.
(2) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(3) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat telah melaksanakan tugasnya sebagai hakim minimal 3 (tiga) tahun, kecuali dalam suatu pengadilan tidak terdapat hakim yang masa kerjanya telah mencapai 3 (tiga) tahun.
(4) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana Pemilu dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain.
(5) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menguasai pengetahuan tentang Pemilu.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.
Paragraf 4 : Sentra Penegakan Hukum Terpadu
Pasal 267
(1) Untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana Pemilu, Bawaslu, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia membentuk sentra penegakan hukum terpadu.
(2) Untuk pembentukan sentra penegakan hukum terpadu di luar negeri Bawaslu, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sentra penegakan hukum terpadu diatur berdasarkan kesepakatan bersama antara Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Ketua Bawaslu.
Bagian Kelima : Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu
Paragraf 1 : Umum
Pasal 268
(1) Sengketa tata usaha negara Pemilu adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, atau partai politik calon Peserta Pemilu dengan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Sengketa tata usaha negara Pemilu merupakan sengketa yang timbul antara:
a. KPU dan Partai Politik calon Peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang penetapan Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; dan
b. KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dengan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang dicoret dari daftar calon tetap sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang penetapan daftar calon tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dan Pasal 75.
Paragraf 2 : Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu
Pasal 269
(1) Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 ke pengadilan tinggi tata usaha negara dilakukan setelah seluruh upaya administratif di Bawaslu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259 ayat (2) telah digunakan.
(2) Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah dikeluarkannya Keputusan Bawaslu.
(3) Dalam hal pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kurang lengkap, penggugat dapat memperbaiki dan melengkapi gugatan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya gugatan oleh pengadilan tinggi tata usaha negara.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penggugat belum menyempurnakan gugatan, hakim memberikan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima.
(5) Terhadap putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilakukan upaya hukum.
(6) Pengadilan tinggi tata usaha negara memeriksa dan memutus gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak gugatan dinyatakan lengkap.
(7) Terhadap putusan pengadilan tinggi tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hanya dapat dilakukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(8) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan pengadilan tinggi tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(9) Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib memberikan putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima.
(10) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) bersifat terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.
(11) KPU wajib menindaklanjuti putusan pengadilan tinggi tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
Paragraf 3 : Majelis Khusus Tata Usaha Negara Pemilu
Pasal 270
(1) Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa tata usaha negara Pemilu dibentuk majelis khusus yang terdiri dari hakim khusus yang merupakan hakim karier di lingkungan pengadilan tinggi tata usaha negara dan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(2) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(3) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hakim yang telah melaksanakan tugasnya sebagai hakim minimal 3 (tiga) tahun, kecuali apabila dalam suatu pengadilan tidak terdapat hakim yang masa kerjanya telah mencapai 3 (tiga) tahun.
(4) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama menangani sengketa tata usaha negara Pemilu dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain.
(5) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menguasai pengetahuan tentang Pemilu.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus diatur dengan peraturan Mahkamah Agung.
Bagian Keenam : Perselisihan Hasil Pemilu
Paragraf 1 : Umum
Pasal 271
(1) Perselisihan hasil Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional.
(2) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi Peserta Pemilu.
Paragraf 2 : Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu
Pasal 272
(1) Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional, Peserta Pemilu dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada Mahkamah Konstitusi.
(2) Peserta Pemilu mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional oleh KPU.
(3) Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kurang lengkap, pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diterimanya permohonan oleh Mahkamah Konstitusi.
(4) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi.
No comments:
Post a Comment