TANTANGAN DI TENGAH ARUS PERUBAHAN ZAMAN
Hieronimus Anca
1. Pengantar Profesi guru saat ini masih diperdebatkan oleh banyak kalangan, entah dari kalangan pendidikan maupun mereka yang berada di luar jalur pendidikan. Media massa pun tidak ketinggalan “mengekspose” berita seputar guru. Hampir setiap hari, media massa baik media cetak maupun elektronik memuat berita tentang guru. Ironisnya berita tersebut banyak yang cendrung melecehkan posisi guru. Kita dapat tidak menyangkal realita ini.
Di kalangan murid-murid pun pada umumnya menghormati guru hanya karena ingin mendapat nilai yang baik atau ingin naik kelas dengan nilai yang tinggi tanpa kerja keras. Masyarakat atau orang tua murid pun angkat bicara yang kadang-kadang hanya mencemoohkan dan menuding guru tidak kompeten, tidak berkualitas dan sebagainya ketika anak-anak mereka tidak naik kelas atau tidak lulus ujian. Tentu saja tuduhan dan protes dari berbagai kalangan tersebut lambat laun akan merongrong wibawa guru bahkan cepat atau lambat, pelan tapi pasti akan menurunkan martabat guru.
Terlepas dari polemik di atas, kita harus mengakui bahwa guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan yang harus mendapat perhatian sentral, pertama dan utama. Figur yang satu ini Akan senantiasa menjadi sorotan ketika berbicara masalah pendidikan. Guru Memegang peranan penting dalam pembangunan pendidikan khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah. Oleh karena itu upaya perbaikan apapun yang dilakukan tanpa untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan apabila tidak didukung oleh guru yang profesional dan berkualitas. Dengan kata lain perbaikan kualitas pendidikan harus berpangkal dan berujung pada profesionalitas guru.
2. Guru Sebagai Sebuah Profesi
Sebelum berbicara tentang guru sebagai sebuah profesi, saya akan menjelaskan terlebih dahulu makna profesi menurut pandangan beberapa ahli. Kalau kita membolak – balik literature, banyak sekali para ahli yang memberi pandangannya tentang profesi.
Menurut Yamin (2006:2) profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur berlandaskan intelektualitas. Sedangkan menurut Dr. Sikun Pribadi seperti yang dikutip oleh Hamalik (2006:1), profesi pada hakekatnya adalah suatu pernyataan terbuka atau suatu janji terbuka bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.
Dari definisi di atas, sekurang-kurangnya terdapat tiga makna dalam suatu profesi yaitu pertama, pada hakekatnya profesi merupakan suatu pernyataan atau suatu janji yang terbuka. Maksudnya pernyataan atau janji tersebut keluar dari lubuk hati dan dinyatakan dengan sungguh-sungguh. Konsekuensinya, bila melanggarnya maka akan berhadapan dengan sanksi tertentu. Kedua, profesi mengandung unsur pengabdian. Ini berarti bahwa suatu profesi harus mengutamakan kepentingan orang banyak dan juga bukan bermaksud untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri, dan tidak boleh merugikan, merusak, apalagi menimbulkan malapetaka bagi masyarakat. Sebaliknya suatu profesi harus mendatangkan kebaikan, keberuntungan, dan kesejahteraan bagi masyarakat. Ketiga, profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan. Karena berhubungan dengan jabatan atau pekerjaan maka dengan sendirinya menuntut sebuah keahlian, pengetahuan dan keterampilan tertentu pula. Dalam pengertian profesi telah tersirat adanya suatu keharusan kompetensi agar profesi itu berfungsi dengan sebaik-baiknya.
Suatu pekerjaan dikatakan sebagai sebuah profesi apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
2. Memiliki klien/object layanan yang tetap, seperti dokter dengan pasiennya, guru dengan muridnya
3. Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya oleh masyarakat (Usman, 1996:15)
Glenn Langford (dalam Yamin, 2006:15) mengemukakan beberapa kriteria profesi yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Upah. Setiap pekerja profesional pada umumnya mendapat upah dari apa yang dikerjakan. Penyedia jasa akan menjual jasanya kepada masyarakat dengan mendapat imbalan atau upah yang ditentukan oleh penjual jasa atau kesepakatan kedua belah pihak.
2. Memiliki pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan dan keterampilan diperlukam dalam suatu profesi karena pengetahuan teoritis sudah dibekali semenjak awal jenjang pendidikan program profeisonal dan pelatihan keterampilan untuk menunjang pengetahuan secara aplikatif. Keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh tenaga profesional sangat berkaitan dengan upah yang diterima.
3. Memiliki rasa tanggungjawab dan tujuan. Seseorang profesional dalam melakukan pekerjaannya menunjukkan rasa tanggungjawab. Tanggungjawab berkaitan dengan komitmen dan kesepakatan dalam pekerjaan yang dilaksanakan sehingga semua pihak tidak ada yang merasa dirugikan dan merasa puas atas hasil yang dicapai.
4. Mengutamakan layanan. Pekerja profesioinal sebagai penyedia jasa terhadap kliennya diperhadapkan pada tantangan untuk melayani kliennya dengan ramah, sabar, menciptakan rasa aman, dan penuh perhatian.
5. Memiliki kesatuan atau organisasi profesi yang berfungsi sebagai lembaga pengendali keseluruhan profesi baik secara probadi maupun secara bersama-sama dengan pihak yang relevan. Kesatuan atau organisasi merupakan wadah untuk melakukan kerja sama guna mencapai tujuan bersama.
6. Mendapat pengakuan dari orang lain atas pekerjaan yang digelutinya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pekerjaan guru adalah sebuah profesi karena merupakan sebuah bentuk pelayanan terhadap masyarakat (anak didik) dan memang guru sangat dibutuhkan jasanya dalam dunia pendidikan. Hal mana harus diakui pula bahwa sampai saat ini, guru masih tetap eksis dan merupakan figur sentral dalam pembelajaran dan sampai kapanpun sejauh pendidikan itu ada, tugas dan peran guru tidak akan tergantikan meski dengan mesin secanggih apapun karena tugas dan peran guru menyangkut pembinaan sifat mental manusia yang menyangkut aspek-aspek yang bersifat manusiawi.
Hanya saja masalah sekarang, sejauh manakah pengakuan masyarakat terhadap guru sebagai sebuah profesi? Sebab pada kenyataannya sampai sekarang masyarakat masih tetap mengakui dokter, polisi, tentara, atau hakim sebagai profesi yang lebih mulia dan lebih tinggi dari profesi guru.
Permasalahan di atas, secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan rendahnya profesionalisme guru. Ini adalah masalah besar yang mendera dunia pendidikan kita sekarang ini, dimana banyak guru yang belum memenuhi syarat sebagai pekerja profesional. Ada komentar miring tetapi ada benarnya juga bahwa persoalan rendahnya profesionalisme guru ini turut mempengaruhi rendahnya mutu pendidikan kita.
3. Guru di Mata Masyarakat Dewasa Ini
Peran dan posisi guru dewasa ini sering mendapat mendapat sorotan tajam dari masyarakat. Walau sekecil apa pun penyimpangan yang dibuat guru namun hal itu akan mengundang reaksi yang begitu hebat di kalangan masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi karena dengan adanya sikap yang demikian menunjukkan bahwa memang guru seyoginya menjadi panutan bagi masyarakat. Sikap dan perilaku masyarakat tersebut memang bukan tanpa alasan, karena memang ada sebagian oknum guru yang melanggar/menyimpang dari kode etiknya. Tidak perlu saya sebutkan lagi perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukan oleh guru selama ini.
Seiring dengan sorotan masyarakat akan sikap dan perilaku guru, kepercayaan masyarakat terhadap guru sebagai pendidik pun semakin luntur. Kritik yang sering dilontarkan ialah banyak orang tua seperti petani, nelayan, pedagang dan sebagainya yang telah berhasil mendidik anak-anak mereka dan berhasil, padahal ia sendiri tidak pernah mengikuti pendidikan guru dan mempelajari ilmu mengajar. Sebaliknya tidak sedikit guru yang yang tidak berhasil mendidik anaknya. Jadi kendati seseorang telah dididik menjadi guru, namun belum menjadi jaminan bahwa ia akan menjadi pendidik yang berhasil.
Lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap figur guru berimbas pula pada rendahnya pengakuan masyarakat akan pekerjaan guru sebagai sebuah profesi. Masih banyak pihak yang berpendapat bahwa pekerjaan kependidikan bukan suatu profesi tersendiri. Berbagai alasan yang mereka kemukakan antara lain, bahwa setiap orang dapat menjadi guru asalkan ia mengalami jenjang pendidikan tertentu ditambah dengan sedikit pengalaman mengajar. Karena itu seorang bisa saja mengajar di TK sampai perguruan tinggi, jika dia telah mengikuti pendidikan tersebut dan telah memiliki pengalaman mengajar di kelas. Selain dari itu ada beberapa bukti bahwa pendidikan dapat saja berhasil walaupun si pengajarnya tidak pernah belajar ilmu pendidikan dan keguruan. Alasan lain adalah kelemahan yang terdapat dalam diri guru itu sendiri, diantaranya, rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme mereka. Penguasaan guru terhadap materi dan metode pengajaran masih dibawah standar.
Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru disebabkan oleh beberapa faktor antara lain (1) adanya pandangan masyarakat bahwa siapa pun bisa menjadi guru asalkan ia berpengatahuan; (2) kekurangan guru di daerah terpencil memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak punya keahlian untuk menjadi guru; (3) banyak guru yang belum menghargai profesinya apalagi berusaha mengembangkan profesinya; (4) perasaan rendah diri karena menjadi guru; (5) penyalahgunaan profesi untuk kepentingan pribadinya sehingga wibawa guru semakin merosot (Usman dalam Sudjana, 1996:2)
Alasan lain akan rendahnya pengakuan masyarakat terhadap guru sebagai sebuah profesi adalah rendahnya profeisionalisme guru yang disebabkan oleh: (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal in disebabkan oleh sebagian guru yang masih bekerja diluar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri, baik membaca, menulis apalagi membuka internet; (2) belum adanya standar profesional guru sebagai mana tuntutan suatu profesi; (3) kemungkinan disebabkan oleh perguruan tinggi yang mencetak guru asal jadi atau setengah jadi tanpa memperhitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesinya; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena tidak dituntut untuk melakukan penelitian sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi (Mulyasa 2007:10)
Pandangan dan kritik seperti yang dilontarkan di atas sebenarnya terlalu picik. Profesi guru hendaknya dilihat dalam hubungan yang lebih luas karena pertama, peranan pendidikan harus dilihat dalam konteks pembangunan yang menyeluruh. Untuk menyukseskan pembangunan perlu ditata dan dirancang sebuah sistem pendidikan yang relevan yang dilaksanakan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang pendidikan. Tanpa keahlian yang memadai maka pendidikan sulit berhasil. Keahlian tenaga pendidik tidak dimiliki oleh masyarakat umum melainkan hanya dimilik oleh orang-orang yang telah menjalani pendidikan guru secara sistematis. Kedua, hasil pendidikan memang tidak dilihat dan dirasakan dalam waktu yang singkat, oleh karena itu proses pendidikan tidak boleh keliru atau salah. Kesalahan yang dilakukan oleh orang yang bukan ahli dalam bidang pendidikan dapat merusak satu generasi dan akibatnya akan berlanjut terus. Itu sebabnya, tangan-tangan yang mengelola pendidikan harus terdiri dari tenaga-tenaga profesional dalam bidang pendidikan.
Ketiga, sekolah adalah sebuah lembaga profesional yang bertujuan mendidik anak menjadi manusia dewasa yang berkepribadian matang dan tangguh dan bertanggungjawab terhadap masyarakat dan dirinya. Sebagian tanggungjawab pendidikan anak telah diserahkan ke sekolah dan itu terletak di tangan para guru. Oleh karena itu para guru harus dididik dalam profesi kependidikan agar memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien. Keempat sesuai dengan hakikat dan kriteria profesi yang sudah dijelaskan di atas, sudah jelas bahwa pekerjaan guru harus dilakukan oleh orang yang bertugas sebagai guru. Pekerjaan guru adalah pekerjaan penuh pengabdian pada masyarakat dan perlu ditata berdasarkan kode etik tertentu.
4. Profesionalisme Guru
Jabatan guru sebagai sebuah profesional secara yuridis telah diakui berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005. Kerinduan akan lahirnya Undang-Undang ini sudah sangat lama dinantikan oleh para guru. Undang-Undang ini diperlukan sebagai payung hukum untuk perlindungan pengguna dikala hujan dan panas; sebagai pelindung dalam menjalankan profesi. Sekarang ini yang dinanti-nanti sudah lahir, guru pun berhati lega. Mereka tidak lagi dilihat sebelah mata, kedudukan profesionalnya sudah sama dengan profesional lainnya.
Pada bab II pasal 2 (poin 1) UU No. 14 Tahun 2005 dinyatakan “Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Kemudian pada pasal 6 dikatakan bahwa, guru dan dosen sebagai tenaga profesioanal bertujuan menjalankan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
Guru yang profesional tidak hanya dituntut untuk menguasai bidang ilmu, bahan ajar, metode pembelajaran, memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan tetapi juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang hakikat manusia. Hakikat-hakikat ini akan melandasi pola pikir dan budaya kerja guru serta loyaliltasnya terhadap profesi pendidikan. Demikian halnya dengan pembelajaran, guru harus mampu mengembangkan budaya dan iklim organisasi pembelajaran yang bemakna, kreatif dan dinamis, bergairah dan dialogis sehingga menyenangkan bagi peserta didik maupun guru sendiri.
Sedikitnya terdapat dua kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sebagai guru yang profesional. Kedua kompetensi tersebut adalah (1) kompetensi profesional yaitu kemahiran merancang, melaksanakan, dan menilai tugas sebagai guru yang meliputi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan dan (2) kompetensi personal yang meliputi etika, moral, pengabdian, kemampuan sosial dan spiritual. Kompetensi pertama seharusnya ditumbuhkan dan ditingkakan melalui proses pendidikan akademik dan profesi suatu lembaga pendidikan. Sedangkan kompetensi kedua merupakan kristalisasi pengalaman dan pergaulan seorang guru yang terbentuk dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah tempat melaksanakaa tugas (Mulyasa 2007:10).
Secara konseptual, konsep profesionalitas guru meliputi tiga kompetensi yaitu kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi personal. Secara teoritis ketiga jenis kompetensi ini dapat dipisahkan, tetapi secara praktis sesungguhnya ketiganya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Diantara ketiga jenis kompetensi itu saling berkaitan secara terpadu dalam diri seorang guru. Guru yang terampil mengajar tentu harus pula memiliki kepribadian yang baik dan mampu melakukan sosial adjustment dalam masyarakat. Berikut ini akan dijabarkan ketiga kompetensi tersebut:
1. Kompetensi profesional yang mencakup:
Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajar dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkan itu.
Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan
Penguasaan proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
2. Kompetensi sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawa tugasnya sebagai guru
3. Kompetensi personal mencakup:
Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya
Pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogianya dianut oleh seorang guru
Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sbagai panutan dan teladan bagi siswa-siswinya
5. Penutup
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa permasalahan pokok dalam pendidikan kita dewasa ini adalah rendahnya profesionalisme guru. Masalah ini menjadi sumber masalah yang lainnya yaitu rendahnya mutu pendidikan dan juga berimbas pada guru itu sendiri dimana masyarakat tidak lagi mengakui pekerjaan guru sebagai sebuah pekerjaan profesional.
Dalam hal ini pengembangan profesionalisme guru merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi untuk meningkatakn mutu pendidikan dan mengembalikan reputasi guru sebagai pekerja profesional. Guru dituntut untuk selalu mengembangkan profesionalitasnya. Tanggungjawab dalam mengembangkan profesi pada dasarnya merupakan tuntutan kebutuhan pribadi guru. Tanggungjawab mempertahankan dan mengembangkan profesinya tak dapat dilakukan oleh orang lain kecuali oleh guru itu sendiri. Siapa lagi kalau bukan guru itu sendiri dan kapan lagi kalau bukan sekarang waktunya untuk meningkatkan kompetensi profesional.
Guru harus peka dan tanggap terhadap perubahan-perubahan serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang sejalan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman. Di sini guru dituntut untuk senantiasa meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan, meningkatkan kualitas pendidikannya sehingga apa yang diberikan kepada siswnya tidak terlalu ketinggalan dengan perkembangan kemajuan zaman.
Bahkan tidak cukup dengan itu saja, untuk membangun kembali puing-puing kepercayaan masyarakat terhadap profesi guru yang hampir tumbang diterjang angin perubahan zaman, maka guru perlu tampil di setiap kesempatan di masyarakat baik sebagai pendidik, pengajar, pelatih, inovator, motivatot maupun dinamisator pembangunan masyarakat yang bermoral Pancasila sekaligus mencerdaskan bangsa Indonesia.
References:
Hamalik, Umar, 2006. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyasa, E., 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Rosdakarya
Usman, Moh. Uzer, 1996. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosdakaray.
Yamin, H. Martinis, 2006. Profesionalisme Guru dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri.
No comments:
Post a Comment