Pages

Tuesday, February 26, 2013

SAWIYANTO, MA GURU INDONESIA

DINASTI FATHIMIYAH DI MESIR

Syi'ah bertoleransi dengan Sunni dan Non Muslim

Oleh : Sawiyanto, MA

Kepala MTs/MAS YP. H. Datuk Abdullah Tanjung Morawa





A. PENDAHULUAN

Pada masa dinasti Abbasiyah terjadi disintegrasi yang kursial,

terutama setelah para khafilah menjadi boneka di dalam tangan tentara

pengawal. Konsekuensinya, daerah-daerah yang jauh dari pusat

pemerintahan di Baghdad., melepaskan diri dari kekuasaan khalifah,

sehingga pada gilirannya muncullah dinasti-dinasti kecil yang berdiri

sendiri.

Di Maroko, Idris ibn Abdullah, dapat membentuk kerajaan Idrisi yang

bertahan dari tahun 788 M sampai dengan tahun 974 M. Di Tunis muncul

pula dinasti Aghlabi yang didirikan oleh Ibrahim ibn Aghlab.

Sedangkan di Mesir Ahmad ibn Thulun melepaskan diri dari Baghdad dan

mendirikan dinasti Thuluniyah. Dalam menjalankan pemerintahannya,

Ahmad ibn Thulun telah berhasil mengukir prestasi yang mengagumkan.

Wilayah ekspansinya bertambah luas hingga mencapai Suriah,

perekonomiannya meningkat. Irigasi, rumah sakit dan masjid dibangun

dengan megah. Semua prestasinya ini telah membawa Mesir salah satu

sentral kebudayaan Islam yang termasyhur. Pada tahun 935 M Mesir jatuh

ke tangan dinasti Ikhsyid, dan pada tahun 969 M dinasti ini berhasil

ditaklukkan oleh khilafah Fathimiyah.

Eksisinya khilafah Fathimiyah secara nominal berbeda dengan

dinasti-dinasti kecil yang muncul pada waktu itu. Perbedaannya

terletak pada keloyalitasannya. Kalau dinasti-dinasti kecil itu masih

mengakui khalifah-khalifah di Baghdad sebagai pemimpin mereka,

sedangkan khilafah Fathimiyah yang beraliran Syi'ah ini merupakan

saingan sekaligus tandingan bagi khilafah aliran Sunni di Baghdad.

Dalam menggulirkan pemerintahannya, agaknya khilafah Fathimiyah

mengalami dua fase penting yaitu fase kemajuan dan fase kemunduran

yang berujung pada kehancuran.

Untuk itulah, maka fokus pembahasan dalam makalah ini meliputi:

pembentukkan khilafah Fathimiyah di Mesir, kemajuan dan kemunduran

khilafah Fathimiyah.

B. PEMBENTUKAN DAN KEMAJUAN KHILAFAH FATHIMIYAH DI MESIR

Dalam perjalanan sejarah Syi'ah, perbedaan muncul atas masalah suksesi

Imam. Setelah meninggalnya Imam Ja'far Sadiq, aliran Syi'ah ini

terpecah ke dalam dua kelompok yaitu kelompok Syi'ah Itsna Asy'ariyah

dan Syi'ah Isma'illiyah.

Kelompok Syi'ah Ismailliyah berpendapat bahwa Isma'il bin Ja'far

Sadiqlah yang berhak dan berperan sebagai Imam yang ketujuh untuk

menggantikan kedudukan ayah mereka, bukan Musa al-Kazim. Adanya faham

yang melegitimasi kepemimpinan Isma'il ini, ternyata mampu melahirkan

suatu gerakan politik keagamaan yang teroganisir. Gerakan ini pada

ujungnya termanifestasi dalam suatu pembentukkan pemerintahan Syi'ah

Fathimiyah yang ekslusif.

Gerakan Syi'ah Fathimiyah dalam melancarkan dakwahnya telah

mengaplikasikan doktrin messianik atau menes dan sentralitas

organisasi penopangnya. Walaupun Syi'ah Fathimiyah menganggap bahwa

Isma'il tidak berperan secara independen, disebabkan kematiannya

terlebih dahulu dari ayahnya, Imam Ja'far Sadiq, namun hal ini tidak

menghalangi tumbuh dan berkembangnya para pendukung keturunan Isma'il.

Secara aktif dakwah yang dilancarkan Syi'ah Fathimiyah dalam

menyebarkan doktrinnya di mulai oleh Abu Ubaidillah al-Husain.

Doktrin yang dipopulerkannya adalah berhaknya Ubaidillah atas posisi

"penyelamat" (al-Mahdi). Sasaran penyebaran doktrin ini meliputi:

Yaman, bahrain, Sind, India, Mesir dan Afrika Utara. Penyebaran

doktrin yang dilakukan oleh para Da'I ini ternyata sangat efektif,

karena pemanfaatan sistem fan jaringan para Da'i terorganisir dengan

rapi.

Pada tahun 228 sesudah hijriah, Abu Abdullah melancarkan dakwahnya ke

daerah Afrika. Sifatnya yang baik dan keramah tamahnya, mengundang

rasa simpatik masyarakat yang dikunjunginya, sehingga hal ini

melicinkan jalan bagi misi dakwahnya dan sekaligus memperoleh dukungan

yang luas, terutama di daerah-daerah yang kurang mendapat perhatian

dinasti Abbasyiah.

Melalui para Da'i seperti Ali ibn Fadhil al-Yamani dan ibn llawsyab

al-Kuli, Yaman beserta ibu kotanya dapat direbut. Dengan dikuasainya

Yaman, maka kemampuan dakwah Fathimiyah semakin tangguh. Ini terbukti

dengan dikirimnya para Da'i ke berbagai penjuru dunia, seperti ke

Arabia, India dan Afrika Utara.

Di Afrika Utara, Sa'id ibn Husain telah berhasil menaklukkanibu kota

dinasti Aghlabiyah (Tunis) pada tahun 909 M dan secara otomatis

tamatlah riwayat dinasti Aghlabiyah. Selanjutnya Sa'id

memproklamirkan Imam Ubaidillah al-Mahdi sebagai khilafah Fathimiyah

pertama di Afrika Utara. Proklamasi ini menandai fase pembukaan dari

upaya pengikut Isma'illiyahuntuk member bentuk nyata bagi visi mereka

tentang masyarakat Islam.

Pada masa pemerintahan Ubaidillah al-Mahdi, wilayah kekuasaannya sudah

semakin luas yang meliputi Maroko, Mesir, Malta, Alexandria,

Sardania,Corsica dan Balerick. Estafet kepemimpinan setelah al-Mahdi

dilanjutkan oleh anaknya, al-Qa'im dalam mengendalikan pemerintahannya

mengikuti policy yang pernah di terapkan oleh ayahnya. Sedangkan anak

al-Qaim yaitu al-Mansur adalah seorang pemuda yang energik. Ini

terbukti dengan keberhasilannya dalam menumpas pemberontakan Abu

Yazid.

Setelah meninggalnya Al-Mansur, tampuk pemerintahan diteruskan oleh

anaknya Mu'iz. Langkah pertama yang dilakukannya adalah menciptakan

kestabilan dan perdamaian. Kemudian ia membenahi struktur

pemerintahannya, dengan cara meningkatkan kualitas para gubernur dan

pada pemimpin. Untuk itu ia memberikan hadiah kepada para gubernur dan

para pemimpin yang berprestasi dan mempunyai loyalitas yang tinggi.

Pada tahun 969 M, al-Mu-iz mengutus jendralnya, Jauhar, bersama dengan

prajurit yang terlatih untuk menghadang ekspansi ke Mesir. Tanpa

perlawanan yang berarti, akhirnya mesir dan ibu kotanya, Fustat dapat

dikuasai. Dengan dikuasainya mesir, maka berakhirlah masa

pemerintahan Dinasti Ikhsyid disana. Tidak berapa lama berselang,

Jauhar berhasil membangun sebuah kota baru yang disebut Qohirah. Kota

al-Qohirah inilah yang menjadi ibu kota khilafah Fatimiyah di Mesir

pada tahun 973. Sejak saat ini terbentuklah khifalah Fatimiyah di

Mesir dan sekaligus menandai dimulainya pelaksanaan aktivitas

pemerintahan ini.

Masa kegemilangan khilafah Fathimiyah di tandai dengan berpindahnya

pusat pemerintahan ke kairo pada tahun 1973. Dengan berpindahnya ibu

kota tersebut telah menawarkan prospek baru bagi kemajuan khilafah

ini. Indikasi-indikasi kemajuan yang terjadi masa khilfah Fathimiyah

di Mesir dapat diamati dalam beberapa bidang antara lain: bidang

politik, ilmu pengetahuan, ekonomi, administrasi, militer, seni dan

arsitektur.

1. Politik

Kemajuan khilafah Fathimiyah di bidang politik antara lain terlihat

dari ekspansi wilayah yang dilakukannya. Pada masa khilafah ini

ekspansi ayau perluasan wilayahnya telah meliputi seluruh Syiria,

sebagian Mesopotamia, perbatasan sungai Efrat, Hijaz, Yaman, dan

Aleppo.

Untuk memperkokoh kedudukan pemerintahannya, khilafah Fathimiyah

menjalin hubungan yang baik dengan Byzantium dan juga dengan

mengirimkan para Dainya ke beberapa daerah antara lain seperti daerah

Sind dan Yaman. Upaya menjalin hubungan baik antara bangsa dengan

pengiriman Da'i tersebut sangat esensial sekali untuk menjaga

intergitaas wilayah, menciptakan suasana perdamaian dan sekaligus akan

membawa kemajuan khilafah ini.

2. Ilmu pengetahuan

Ilmu pengetahuan sangat penting dalam kehidupan manusia. Sebab tanpa

ilmu pengetahuan manusia tidak akan mampu mengolah alam ciptaan Allah

SWT secara baik dan bahkan akan menjadi umat yang tertinggal dan

terbelakang.

Pada masa kekhilafahan Fathimiyah, antusias masyarakat maupun

pemerintahan terhadap ilmu pengetahuan cukup tinggi. Ini terbukti

dengan diberikannya bea siswa bagi orang-orang yang menuntut ilmu

pengetahuan oleh khilafah dan dibangunnya pusat-pusat pengkajian ilmu

pengetahuan seperti: Dar al-Hikmah atau Dar al-llm, dan universitas

al-Azhar. Di universitas ini diajarkan berbagai ilmu pengetahuan

antara lain: ilmu optic, kedokteran, fiqih, tauhid, nahwu, bahasa

Arab, bayan, mantiq, matematika, dan lain-lain.

Di samping itu para khalifah juga membangun gedung-gedung perpustakaan

yang lengkap sehingga dengan di bangunnya sarana-sarana untuk menuntut

ilmu pengetahuan dan adanya semangat yang tingi untuk mengkaji ilmu

pengetahuan tersebut, maka bermunculanlah fakar-fakar dalam berbagai

disiplin ilmu.

Fakar-fakar dalam bidang ilmu pengetahuan yang muncul pada masa

khilafah Fathimiyah di Mesir antara lain, seperti al-Kindi, Ali

al-Hasan ibn Haitham, Qais dan Ali ibn Yunus. Dengan munculnya para

pakar tersebut sangat diperlukan bagi khilafah Fathimiyah dalam

mencapai kemajuan dan kemakmurannya.

3. Ekonomi

Perekonomian merupakan salah satu unsure yang sangat penting dalam

memperlancar proses pembangunan suatu Negara, yang berujung kepada

kemajuan dan kemakmurannya. Sebab merosotnya perekonomian suatu Negara

akan dapat menghambat lajunya proses pembangunan yang akan

dilaksanakan.

Pada masa pemerintahan Fathimiyah di Mesir menunjukkan adanya kemajuan

dalam bidang perekonomian, bahakn kemajuan dan kemakmuran di bidang

tersebut, menurut C.E Bostworth melebihi Irak kontemporer.

Indikasi-indikasi kemajuan dalam bidang ekonomi pada masa khilafah

Fatimiah antara lain : masjid-masjid, universutas-universitas, rumah

sakit-rumah sakit, dan penginapan-penginapan dibangun dengan megah,

jalan-jalan utama dilengkapi dengan lampu-lampu yang gemerlapan. Dalam

bidang perindustrian pada masa ini juga telah mencapai kemajuan

terutama sekali yang berhubungan dengan kemiliteran seperti :

alat-alat perang, kapal dan sebagainya.

4. Administrasi dan Militer

Secara umum pelaksanaan administrasi khilafah Fatimiah merujuk kepada

administrasi yang dikembangkan dinasti Abbasiyah. Meskipun dalam

beberapa departemen terdapat perbedaan nama. Kementrian Negara pada

khilafah ini dibagi kedua kelas yaitu kelas men of the sword dan kelas

men of the pen. Kelas men of the sword terdiri dari pengawas militer,

departemen pertahanan dan keamanan dan pejabat tinggi lainnya.

Sedangkan kelas men of the pen terdiri dari pemimpin percetakan,

pemimpin lembaga sains, pengawas pasar dan super market, bendaharawan

negara. Kelas yang paling rendah kedudukannya dari men of the pen

adalah para pembantu yang terdiri dari pegawai sekretaris suatu

departemen.

5. Arsitektur dan Seni

Para khalifah Fatimiah di Mesir sangat menyukai seni dan arsitektur.

Ini terbukti dengan banyaknya bangunan dan gedung-gedung yang

mempunyai nilai seni dan arsitektur yang tinggi. Diantara

bangunan-bangunan yang mempunyai nilai seni dan arsitektur yang tinggi

tersebut antara lain adalah masjid. Masjid yang termasyur pada masa

khilafah Fathimiyah di Mesir antara lain: masjid al-Azhar, masjid

al-Hakim bin Amriyah, masjid al-Qamar, masjid al-Shaleh thale.

Di samping itu terdapat lagi gedung-gedung yang terkenal, seperti

gedung emas, gedung pembuat mata uang, gedung perpustakaan, dan Dar

al-ilm semua gedung-gedung itu dibangun dengan megah sekali, yang

nilai seni dan arsitekturnya tidak kalah dengan arsitek Romawi ataupun

Bizantium.

Terjadinya kemajuan di dalam tubuh khilafah Fathimiyah di Mesir adalah

merupakan hasil kerja sama yang baik antara para khalifah dengan

rakyat dalam upaya untuk mewujudkan kemajuan dan kemakmuran.

C. FASE KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN

Fase kemunduran khilafah Fathimiyah berawal dari adanya konflik dengan

Yunani mengenai masalah Suriah. Pada saat yang sama muncul pula suatu

aksi Salib yang akan mengancam dan bahkan ingin menghancurkan Islam.

Di sisi lain dalam tubuh kekhilafahan Fathimiyah sudah mulai terjadi

perpecahan yang mengakibatkan para khalifah pada waktu itu kehilangan

banyak kekuasaan, sedangkan wazirnya memegang kekuasaan eksekutif dan

militer.

Pada masa al-Azis ketidak stabilan dalam pemerintahan sudah mulai

terlihat. Artinya ia lebih mengutamakan orang-orang non Islam

ketimbang 0rang-orang muslim. Bahkan ia menempatkankan orang-orang non

Muslim pada posisi penting dalam pemerintahan. Sikap seperti ini akan

menimbulkan adanya kecemburuan social yang pada gilirannya akan memicu

kepada situasi anarkis dalam pemerintahannya.

Setelah periode pemerintahan al-Azis, muncul pula suatu gerakan

religious Syi'i yang ekstrim yaitu Druze di Suriah selatan dan

Lebanon. Gerakan ini menganggap al-Hakim sebagai titisan Tuhan.

Perpecahan yang lebih serius dalam tubuh khilafah Fathimiyah di Mesir,

terjadi setelah meninggalnya al-Mustansir, sebab setelah meninggalnya

al-Mustansir, gerakan Isma'illiyah terpecah menjadi dua kelompok yaitu

Nizar dan al –Musta'li. Kondisi perpecahan ini sedikit banyaknya akan

berpengaruh terhadap kestabilan pemerintahan khilafah ini. Ditambah

lagi dengan terjadinya bencana kelaparan yang sangat memprihatinkan.

Hal ini terbukti dengan terjadinya disintegrasi pada masa itu. Kota

Tripoli menjadi Negara kota yang independen. Libanon menuntut wilayah

otonom sendiri. Bahkan Syiria berhasil direbut dinasti Saljuk pada

tahun 1079, sehingga Syiria pada waktu itu terbagi atas dua kekuatan

Saljuk yaitu di Aleppo dan Damaskus. Sementara itu di Aleppo nur

al-Din mengadakan perjanjian dengan Bizantium dan ia ingin menaklukkan

beberapa wilayah termasuk Mesir untuk menaklukan wilayah itu. Karena

suasana anarkis telah melanda khalifah Fathimiyah, maka akhirnya pada

tahun 1171 Shirkuh dan Salah al-Din dengan mudah dapat menaklukan

sekaligus mengahancurkan khilafah Fathimiyah yang sudah sempoyongan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa faktor penyebab kemunduran

khifalah Fatimiah di Mesir antara lain adalah (1) terjadinya

disintegrasi wilayah; (2) munculnya aksi tentara salib; (3) kemunduran

otoritas kekhalifahan; (4) terjadinya pemberontakan; (5) bencana

kelaparan; (6) sikap pilih kasih khalifah; (7) konflik keluarga; (8)

merekrut orang negro dan orang turki sebagai tentara dan; (9) serangan

yang dilancarkan oleh salah al-Din beserta tentaranya yang menyebabkan

hancurnya khalifah Fatimiyah.

D. KESIMPULAN

Menyimak uaraian diatas, ternyata masa kegemilangan khilafah

Fatimiyahditandai dengan perpindahan ibu kota ke Kairo tahun 973.

Dengan bepindahnya ibu kota khilafah ini telah menawarkan prospek baru

bagi kemajuannya.

Indikasi-indikasi kemajuan khilafah Fatimiyah dapat dilihat dari

beberapa bidang antara lain; bidang politik, ilmu pengetahuan,

ekonomi, administrasi, militer, arsitektur, dan seni. Kemajuan yang

dicapai dalam berbagai bidang kehidupan merupakan hasil kerja sama

antara khalifah dengan masyarakat.

Sebaliknya, fase kemunduran dari suati dinasti atau khilafah yang

berujung pada kehancuran khilafah itu adalah merupakan suatu gejala

alamiah yang terjadi dalam sejarah. Hal ini terjadi juga terhadap

khilafah Fatimiyah di Mesir, yang mencapai klimaksnya setelah

ditakhlukkan oleh salah al-Din pada tahun 1171.



DAFTAR PUSTAKA



Al Hafni, Abdul Mun'im, Ensiklopedia, Golongan, Kelompok, Aliran,

Mazhab, Partai dan Gerakan Islam, Jakarta: Soegeng Sarjadi Syndicate,

Grafindo Khazanah Ilmu, 2006.



Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan As-Suyuthi, Imam Jalaluddin,

Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzuul Jilid 1, Penerjemah

Bahrun Abubakar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996.



Azra, Azyumardi, Ensiklopedi Islam 4, Cet. 10, Jakarta : PT. Ikhtiar

Baru Van Hove, 2002.



Azra, Azyumardi, Ensiklopedi Islam 2, Cet 11 (Jakarta : PT. Ikhtiar

Baru Van Hove, 2003 ) h. 338.



_______ Ensiklopedi Islam 3, Cet. 11, Jakarta : PT. Ikhtiar Baru Van Hove, 2003.



Kiswati, Tsuroya, Al Juwani, Peletak Dasar Teologi Rasional Dalam

Islam, Jakarta, Erlangga, 2005.



Muhammad bin Abdul Karim, Asy-Syahrastani, al-Milal wa an-Nihal (Buku

I), terjemahan oleh Asy Wadie Syukur, LC, Surabaya: PT. Bina Ilmu,

2006.





Nama : SAWIYANTO, MA

Alamat : TANJUNG MORAWA-DELI SERDANG-SUMUT

No comments:

Post a Comment